Negeriku, tanah yang kaya akan sumber daya alam, tempat di mana kekayaan bumi seharusnya membawa kemakmuran bagi semua. Namun, ironi hadir ketika utang terus menggunung, dan kemiskinan masih merajalela di antara rakyatnya. Sebuah negara yang dibangun di atas fondasi undang-undang dasar yang menjunjung tinggi cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa, namun kenyataannya, kebodohan masih menyelimuti sebagian besar rakyatnya.
Pejabat-pejabat yang diangkat dengan sumpah di bawah kitab suci, berjanji setia untuk mengabdi pada negeri, tapi akhirnya terjerumus ke dalam jurang korupsi. Mereka yang seharusnya menjadi penegak hukum malah membiarkan hukum diperjualbelikan, menggadaikan keadilan demi kepentingan pribadi.
Para penyelenggara negara yang semestinya menjadi pelayan rakyat, justru mengharapkan penghormatan dan pelayanan dari rakyat. Negeriku yang dikenal sebagai negeri yang religius, malah terjebak dalam perilaku korupsi yang begitu memalukan, jauh dari nilai-nilai agamis yang dijunjung tinggi.
Sekilas, negeriku tampak merdeka, namun realitanya, masih terbelenggu oleh penjajahan dalam bentuk yang baru, di mana kepentingan asing mendikte arah kebijakan. Keadilan sosial yang seharusnya menjadi milik seluruh rakyat, nyatanya hanya menjadi slogan belaka dalam bayang-bayang kapitalisme yang mencekik.
Katanya negeri ini adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, tetapi kenyataannya, semua itu hanyalah omong kosong. Yang terjadi sebenarnya adalah dari rakyat untuk para elit, mereka yang duduk nyaman di kursi kekuasaan, menikmati hasil jerih payah rakyat kecil.
Negeriku, tanah yang seharusnya menjadi surga bagi semua, kini berubah menjadi mimpi yang jauh dari kenyataan. Mungkin masih ada harapan, tapi hanya jika kita semua mau membuka mata, melihat kenyataan, dan berjuang bersama untuk mengembalikan keadilan, kesejahteraan, dan martabat bangsa.